LGBT ANTARA AGAMA & SCIENCE
Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan
Jiwa (PPDGJ) III. Sumber : di sini
Nyatakan LGBT Gangguan Jiwa, dr Fidiansyah Dituding Menutupi Kebenaran
Aksi Skakmat dr Fidiansyah Sp KJ MPH di acara Indonesia Lawyers Club yang diadakan TV One pada Selasa (16/2/2016) lalu berbuntut pada silang pendapat.
Dalam acara tersebut, Fidiansyah yang merupakan psikiater sekaligus Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza di Kementerian Kesehatan menyatakan, Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transeksual (LGBT) adalah gangguan jiwa.
dr Fidiansyah Sp KJ MPH di acara Indonesia Lawyers Club, sumber: di sini
Fidiansyah mengatakan, pernyataannya didasarkan pada buku teks tebal yang memuat panduan tentang diagnosis psikologi dan gangguan kejiwaan.
Dia mengatakan bahwa buku yang selama ini digunakan kalangan LGBT dan pendukungnya adalah buku saku yang tidak menjelaskan secara lengkap tentang doagnosis mengenai LGBT.
"Mohon maaf, buku yang dipakai itu buku saku Pak, kalau buku kami, text book-nya tebel begini Pak. Sama-sama membahas LGBT, tapi ini yang lengkap," ungkap dr fiansyah.
"Silahkan dibuka halaman 288, 280 dan 279. Persis kalimatnya ada. Ini adalah masih sebuah gangguan,” imbuhnya. Host Karni Ilyas kembali menanyakan dan Fidiansyah menegaskan bahwa LGBT adalah "gangguan jiwa".
Hebat!!! Argumen Ilmiah Dr. dr. Fidiansjah, Sp.KJ Membuat Aktivis LGBT Mati Kutu.
Sumber : di sini
Video pernyataan Fidiansyah yang bisa ditemukan di Youtube itu dibagikan ratusan ribu kali ke media sosial. Kalangan anti-LGBT menggunakannya sebagai referensi pendukung.
Sejumlah media membuat berita dengan dasar video itu. Portal www.tarbiyah.net misalnya, membuat berita berjudul "Argumen Ilmiah Dr Fidiansjah Bikin Pendukung LGBT Mati Kutu".
Fidianyah adalah mantan Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan dan menjadi salah satu pembimbing di Peduli Sahabat, komunitas yang salah satu tujuannya adalah "meluruskan" LGBT.
Dalam acara ILC, Fidiansyah juga mengatakan bahwa pedoman diagnosis gangguan jiwa tidak bisa hanya berdasarkan sains saja tetapi juga spiritual.
Belakangan kemudian muncul bantahan dari pernyataan Fidiansyah. Bantahan secara tidak langsung muncul dari dr Andri SpKJ FAPM, psikiater dengan kekhususan psikosomatik medis dari Universitas Indonesia.
Andri yang menulis di Kompasiana pada Jumat (19/2/2016) menegaskan dengan huruf kapital, "Homoseksual (Gay dan Lesbian) dan Biseksual TIDAK TERMASUK GANGGUAN JIWA."
Andri mendasarkan diagnosanya pada Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III yang merupakan buku pedoman diagnosis gangguan jiwa yang dipakai di Indonesia, diterbitkan oleh Kemenkes tahun 1993.
Buku tersebut merupakan buku yang sama seperti yang dimaksud Fidiansyah. Dalam tulisannya, Andri menunjukkan dengan detail bagaimana buku itu menyatakan bahwa LGBT buka gangguan jiwa.
"Pada kode F66 Gangguan Psikologis dan Perilaku yang Berhubungan Dengan Perkembangan dan Orientasi Seksual, di bawahnya langsung tertulis: catatan: Orientasi Seksual Sendiri Jangan dianggap sebagai suatu Gangguan," jelas Andri.
Butir F66 pada halam 288 buku tersebut menyatakan adanya gangguan maturitas seksual. Di situ, yang dimaksud adalah individu yang mederita karena ketidakpastian tentang identitas jenis kelamin dan orientasi seksualnya.
Ketidakpastian identitas jenis kelamin misalnya terjadi pada Muhammad Prawirodijoyo alias Joy. Perkembangan kelamin sejatinya terlambat sehingga harus disesuaikan ketika dewasa.
Gangguan maturitas seksual juga bisa menimpa LGBT. Namun, bukan LGBT itu sendiri yang merupakan penyakit. Lebih pada perasaan menderita sebab belum menemukan dirinya.
Seorang netizen Herman Saksono menanggapi ungkapan Fidiansyah di dalam blog-nya : hermansaksono.com. Ia mengungkap ada sejumlah bagian dari buku pedoman diagnosis gangguan jiwa yang tidak dikatakan oleh Fidiansyah.
Pertama soal bahwa orientasi seksual bukan masalah. Kedua, bahwa homoseksualitas sebenarnya setara dengan heteroseksualitas.
"dr. Fidiansjah melenyapkan 2 kalimat dan merangkai potongan-potongan tulisan PPDGJ III sehingga homoseksualitas dan biseksualitas seolah-olah adalah gangguan jiwa," tulisnya.
Fidiansyah dalam acara ILC menyatakan agar tidak membaca sepotong-sepotong. Namun menurut Herman, Fidiansyah-lah yang membaca sepotong-sepotong. "Di sini nampak bahwa dr. Fidiansjah tidak mengatakan kebenaran," katanya.
"Kesalahan dr. Fidiansyah tidak dapat diterima. dr. Fidiansyah harus mengkoreksi ucapannya kepada publik dan meminta maaf karena tindakannya berpotensi melanggengkan diskriminasi dan kekerasan terhadap kaum marginal homoseksual, biseksual, dan LGBT pada umumnya," imbuhnya.
Penolakan Hasil Riset Karena Alasan Kepercayaan
Dunia sains terbuka pada banyak hal, tetapi kurang pada urusan seks, jender, dan orientasi seksual. Sementara ilmu psikologi, neurologi, fisiologi, genetika, dan ekologi perilaku memberi petunjuk tentang proses di balik pembentukan identitas seks, jender, dan orientasi seksual, cukup banyak pula ilmuwan yang belum menyerapnya.
Akibatnya, di tengah isu lesbian, gay, biseksual, dan transjender (LGBT) yang ramai belakangan ini, ilmuwan belum mampu mencerahkan publik dan membantu mengurangi diskriminasiKepada Kompas.com beberapa waktu lalu, dr Ryu Hasan yang seorang neurolog juga mengungkapkan bahwa LGBT bukan gangguan jiwa dan tidak harus diobati atau diterapi.
Neurolog dari Rumah Sakit Mayapada, Roslan Yusni atau Ryu, mencontohkan yang terjadi pada kalangan dokter.
Neurologi kini telah mengungkap bahwa orientasi seksual seks, jender, dan orientasi seksual disebabkan oleh variasi struktur otak. Variasi tersebut terbentuk sejak masa kehamilan sekitar 8 minggu. Variasi itu bisa dibuktikan lewat pindai Positron Emission Tomography (PET). Bagian otak yang disebut amigdala pada laki-laki homoseksual mirip dengan perempuan heteroseksual.
"Tapi, masih banyak dokter yang belum tahu itu," kata Ryu dalam diskusi di Lembaga Bantuan Hukum, Jakarta, Selasa (9/2/2016).
Menurut Ryu, masih banyak dokter yang menganggap bahwa homoseksualitas adalah penyakit.
Permasalahan lain dalam dunia kedokteran Indonesia, menurut Ryu, adalah adanya penolakan hasil riset karena alasan kepercayaan.
"Menganggap bahwa science dan keyakinan adalah dua hal yang terpisah. Kalau tidak sesuai keyakinan, maka science-nya diabaikan," imbuhnya.
Dalam soal LGBT, walaupun sains mengungkap bahwa itu adalah variasi, keyakinan akhirnya mematahkan.
Peneliti pada Pusat Kajian Jender dan Seksualitas Universitas Indonesia mengatakan kasus yang sama pada dunia psikologi.
"Homoseksualitas sudah lama dihapus dari golongan gangguan jiwa, tetapi sampai sekarang masih banyak psikiater dan psikolog yang belum tahu," kata Irwan.
Dalam soal seksualitas, banyak psikolog belum bergerak dari pandangan Sigmund Freud seabad lalu. Padahal, seksualitas dalam pandangan Freud telah usang.
Lebih lengkapnya dapat dibaca di sini: Soal LGBT, Ilmuwan Belum Mampu Memberi Pencerahan
Sumber:
- sains.kompas.com
- hermansaksono.com
No comments:
Post a Comment