Pages

Lazada Indonesia

ARTIKEL TERBARU

GERAKAN MAHASISWA, TRAGEDI, KERUSUHAN, DAN REFORMASI 1998

GERAKAN MAHASISWA, TRAGEDI,
KERUSUHAN, DAN REFORMASI 1998

(18 Tahun Reformasi - Berharap Lupa ?)

Demonstrasi Mahasiswa di Gedung DPR RI, Mei 1998. Sumber: di sini

GERAKAN MAHASISWA


Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa dan gerakan rakyat pro-demokrasi pada akhir dasawarsa 1990-an. Gerakan ini menjadi monumental karena dianggap berhasil memaksa Soeharto berhenti dari jabatan Presiden Republik Indonesia pada tangal 21 Mei 1998, setelah 32 tahun menjadi Presiden Republik Indonesia sejak dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tanggal 11 Maret 1966 hingga tahun 1998.

Pada April 1998, Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden Republik Indonesia untuk ketujuh kalinya (tanpa wakil presiden), setelah didampingi Try Soetrisno (1993-1997) dan Baharuddin Jusuf Habibie (Oktober 1997-Maret 1998). Namun, mereka tidak mengakui Soeharto dan melaksanakan pemilu kembali. Pada saat itu, hingga 1999, dan selama 29 tahun,  Partai Golkar merupakan partai yang menguasai Indonesia selama hampir 30 tahun, melebihi rejim PNI yang menguasai Indonesia selama 25 tahun. Namun, terpliihnya Soeharto untuk terakhir kalinya ini ternyata mendapatkan kecaman dari mahasiswa karena krisis ekonomi yang membuat hampir setengah dari seluruh penduduk Indonesia mengalami kemiskinan.

Gerakan ini mendapatkan momentumnya saat terjadinya  krisis moneter pada pertengahan tahun 1997. Namun para analis asing kerap menyoroti percepatan gerakan pro-demokrasi pasca Peristiwa 27 Juli 1996 yang terjadi 27 Juli 1996. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati dan dukungan dari rakyat.

Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup enam (6) tuntutan.

ENAM (6) TUNTUTAN REFORMASI  '98 :

  1. Adili Soeharto dan kroni-kroninya,
  2. Laksanakan amandemen UUD 1945,
  3. Hapuskan Dwi Fungsi ABRI,
  4. Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya,
  5. Tegakkan supremasi hukum,
  6. Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN
Selengkapnya dapat dibaca di sini: 6 Tuntutan Reformasi '98

Gedung parlemen, yaitu Gedung Nusantara dan gedung-gedung DPRD di daerah, menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia. Seluruh elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan untuk menurunkan Soeharto. Organisasi mahasiswa yang mencuat pada saat itu antara lain adalah FKSMJ dan Forum Kota karena mempelopori pendudukan gedung DPR/MPR.

Meski salah satu agenda perjuangan mahasiswa yaitu menuntut lengsernya sang Presiden tercapai, namun banyak yang menilai agenda reformasi belum tercapai atau malah gagal. Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 juga mencuatkan tragedi Trisakti yang menewaskan empat orang Pahlawan Reformasi. Pasca Soeharto mundur, nyatanya masih terjadi kekerasan terhadap rakyat dan mahasiswa, yang antara lain mengakibatkan tragedi Semanggi yang berlangsung hingga dua kali. Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 juga memulai babak baru dalam kehidupan bangsa Indonesia, yaitu era Reformasi.  Sampai saat ini, masih ada unjuk rasa untuk menuntut keadilan akibat pelanggaran HAM berupa pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh aparat terhadap keempat orang mahasiswa.(Sumber: Wikipedia/Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998)


TRAGEDI & KERUSUHAN 1998


Demo dan Kerusuhan Mei 1998, Sumber : di sini

Pada saat itu krisis ekonomi di Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.

 Suasana mencekam saat kerusuhan '98.  Sumber: di sini

 
Kerusuhan & Penjarahan Mei 1998, Sumber : di sini

Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Tragedi Semanggi


Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan ini dan mereka mendesak pula untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.

Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga menentang dwifungsi ABRI/TNI karena dwifungsi inilah salah satu penyebab bangsa ini tak pernah bisa maju sebagaimana mestinya. Benar memang ada kemajuan, tapi bisa lebih maju dari yang sudah berlalu, jadi, boleh dikatakan kita diperlambat maju. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari dunia internasional terlebih lagi nasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mecegah mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa. Sejarah membuktikan bahwa perjuangan mahasiswa tak bisa dibendung, mereka sangat berani dan jika perlu mereka rela mengorbankan nyawa mereka demi Indonesia baru.

Pada tanggal 12 November 1998 ratusan ribu mahasiswa dan masyrakat bergerak menuju ke gedung DPR/MPR dari segala arah, Semanggi-Slipi-Kuningan, tetapi tidak ada yang berhasil menembus ke sana karena dikawal dengan sangat ketat oleh tentara, Brimob dan juga Pamswakarsa (pengamanan sipil yang bersenjata bambu runcing untuk diadu dengan mahasiswa). Pada malam harinya terjadi bentrok pertama kali di daerah Slipi dan puluhan mahasiswa masuk rumah sakit. Satu orang pelajar, yaitu Lukman Firdaus, terluka berat dan masuk rumah sakit. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia.

Esok harinya Jum'at tanggal 13 November 1998 ternyata banyak mahasiswa dan masyarakat sudah bergabung dan mencapai daerah Semanggi dan sekitarnya, bergabung dengan mahasiswa yang sudah ada di depan kampus Atma Jaya Jakarta. Jalan Sudirman sudah dihadang oleh aparat sejak malam hari dan pagi hingga siang harinya jumlah aparat semakin banyak guna menghadang laju mahasiswa dan masyarakat. Kali ini mahasiswa bersama masyarakat dikepung dari dua arah sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dengan menggunakan kendaraan lapis baja.

Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja bergerak untuk membubarkan massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa mencoba bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat dan saat di jalan itu juga sudah ada mahasiswa yang tertembak dan meninggal seketika di jalan. Ia adalah Teddy Wardhani Kusuma, merupakan korban meninggal pertama di hari itu.

Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Atma Jaya untuk berlindung dan merawat kawan-kawan dan masyarakat yang terluka. Korban kedua penembakan oleh aparat adalah Wawan, yang nama lengkapnya adalah Bernadus R Norma Irawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta, tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus Atma Jaya, Jakarta. Mulai dari jam 3 sore itu sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan saat itu juga lah semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun terluka. Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas airmata. Sangat dahsyatnya peristiwa itu hingga jumlah korban yang meninggal mencapai 15 orang, 7 mahasiswa dan 8 masyarakat. Indonesia kembali membara tapi kali ini tidak menimbulkan kerusuhan.

Anggota-anggota dewan yang bersidang istimewa dan tokoh-tokoh politik saat itu tidak peduli dan tidak mengangap penting suara dan pengorbanan masyarakat ataupun mahasiswa, jika tidak mau dikatakan meninggalkan masyarakat dan mahasiswa berjuang sendirian saat itu. Peristiwa itu dianggap sebagai hal lumrah dan biasa untuk biaya demokrasi. "Itulah yang harus dibayar mahasiswa kalau berani melawan tentara".

Tragedi Lampung


Tragedi Lampung terjadi berawal ketika mahasiswa dari Universitas Lampung (Unila) berjalan menuju Universitas Bandar Lampung (UBL) untuk bergabung dengan rekan mereka melakukan aksi untuk menentang RUU PKB serta unjuk rasa solidaritas bagi rekan mereka yang meninggal dari Universitas Indonesia, Yun Hap, empat hari sebelumnya di Jakarta. Setelah bergabung, mereka melakukan unjuk rasa dan berjalan menuju Makorem 043/Garuda Hitam. Akan tetapi, ketika melewati Markas Koramil Kedaton dekat UBL mahasiswa terprovokasi karena bendera merah putih masih dipasang penuh, dengan segera mereka menurunkannya menjadi setengah tiang demi penghormatan bagi Pahlawan Reformasi mereka yang baru saja gugur.

Setelah itu keadaan menjadi tidak terkendali karena Komandan Koramil menolak kehendak mahasiswa untuk menandatangani penolakan diberlakukannya UU PKB sehingga mahasiswa melempari kantornya dengan batu. Anggota Koramil lainnya menghindar untuk kemudian setelah itu membalas dengan melakukan penembakan. Mahasiswa terpencar dan lari menyelamatkan diri ke dalam kampus UBL. Saat itulah diketahui butiran peluru telah mengambil nyawa Muhammad Yusuf Rizal.

Hari itu, tanggal 28 September 1999 Muhammad Yusuf Rizal, mahasiswa jurusan FISIP Universitas Lampung (Unila) angkatan 1997, meninggal dunia dengan luka tembak di dadanya tembus hingga ke belakang dan juga sebutir peluru menembus lehernya (sumber: Suara Pembaruan 29/9/99). Ia tertembak di depan markas Koramil Kedaton. Puluhan mahasiswa juga mengalami luka-luka sehingga harus masuk rumah sakit.

Banyaknya korban disebabkan kampus Universitas Bandar Lampung (UBL) dimasuki oleh aparat keamanan baik yang berseragam maupun yang tidak berseragam, yang melepaskan tembakan saat mahasiswa melakukan demonstrasi yang menentang RUU PKB pada tanggal 28 September 1999 tersebut. Aparat juga melakukan pengejaran dan pemukulan terhadap mahasiswa. Selain itu aparat juga melakukan perusakan di dalam kampus yaitu berupa gedung, kendaraan roda dua dan roda empat. Tindakan anarkis aparat ini sungguh menakutkan mahasiswa maupun dosen di UBL sehingga kampus harus diliburkan untuk beberapa hari.

Berbeda dengan kejadian gugurnya mahasiswa lain di luar Lampung, ternyata untuk peristiwa ini ada yang mengakui untuk bertanggung jawab, hanya bagaimana penyelesaian secara hukumnya saja yang sampai kini tak jelas. Komandan Detasemen POM II/3 Sriwijaya Lampung Letkol CPM Bagoes Heroe Sucahyo menyatakan bahwa Dewan Eksekutif Mahasiswa Unila telah menerima surat permintaan maaf dari Kol Inf Mujiono (Danrem 043/Garuda Hitam). Sementara itu ia (Bagoes H. Sucahyo) juga menyita proyektil peluru yang bersarang di tubuh korban. Dengan ini ia merupakan orang yang paling bertanggung jawab akan barang bukti yang membunuh Yusuf Rizal.


Tragedi Semanggi II


Bangsa Indonesia harus mengucurkan air matanya kembali. Untuk yang kesekian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan kepada mahasiswa dalam menghentikan penolakan sikap mahasiswa terhadap pemerintahan. Lokasi penembakan mahasiswa pun di tempat yang sangat strategis yang dapat dipantau oleh banyak orang awam yaitu di bawah jembatan Semanggi, depan kampus Universitas Atma Jaya Jakarta, dekat pusat sentra bisnis nasional maupun internasional.

Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya menurut banyak kalangan dan mahasiswa sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB karena ini menentang tuntutan mereka untuk menghilangkan dwifungsi ABRI/TNI. Karena hanya dengan berdemonstrasi, mereka yang mau mensahkan Undang-Undang tersebut baru berpikir, sebab tampaknya mereka sudah tak punya hati nurani lagi dan entah bagaimana membuat mereka peduli dengan bangsanya daripada peduli terhadap perut buncit mereka itu yang duduk di kursi parlemen menggunakan logo Pancasila dengan bangganya di jas mereka.

Malang nasib mahasiswa yang selalu harus berkorban, kali ini mahasiswa Universitas Indonesia harus kehilangan seorang pejuang demokrasi mereka, Yun Hap. Sungguh pedih bagi mereka yang terus mengikuti perjuangan mahasiswa karena ketika setiap kali mereka berjuang mereka harus mengorbankan jiwa mereka demi tegaknya demokrasi di Indonesia.

Tragedi Trisakti


Kejatuhan perekonomian Indonesia sejak tahun 1997 membuat pemilihan pemerintahan Indonesia saat itu sangat menentukan bagi pertumbuhan ekonomi bangsa ini supaya dapat keluar dari krisis ekonomi. Pada bulan Maret 1998 MPR saat itu walaupun ditentang oleh mahasiswa dan sebagian masyarakat tetap menetapkan Soeharto sebagai Presiden. Tentu saja ini membuat mahasiswa terpanggil untuk menyelamatkan bangsa ini dari krisis dengan menolak terpilihnya kembali Soeharto sebagai Presiden. Cuma ada jalan demonstrasi supaya suara mereka didengarkan.

Demonstrasi digulirkan sejak sebelum Sidang Umum (SU) MPR 1998 diadakan oleh mahasiswa Yogyakarta dan menjelang serta saat diselenggarakan SU MPR 1998 demonstrasi mahasiswa semakin menjadi-jadi di banyak kota di Indonesia termasuk Jakarta, sampai akhirnya berlanjut terus hingga bulan Mei 1998. Insiden besar pertama kali adalah pada tanggal 2 Mei 1998 di depan kampus IKIP Rawamangun Jakarta karena mahasiswa dihadang Brimob dan di Bogor karena mahasiswa non-IPB ditolak masuk ke dalam kampus IPB sehingga bentrok dengan aparat. Saat itu demonstrasi gabungan mahasiswa dari berbagai perguruan tingi di Jakarta merencanakan untuk secara serentak melakukan demonstrasi turun ke jalan di beberapa lokasi sekitar Jabotabek.Namun yang berhasil mencapai ke jalan hanya di Rawamangun dan di Bogor sehingga terjadilah bentrokan yang mengakibatkan puluhan mahasiswa luka dan masuk rumah sakit.

Setelah keadaan semakin panas dan hampir setiap hari ada demonstrasi tampaknya sikap Brimob dan militer semakin keras terhadap mahasiswa apalagi sejak mereka berani turun ke jalan. Pada tanggal 12 Mei 1998 ribuan mahasiswa Trisakti melakukan demonstrasi menolak pemilihan kembali Soeharto sebagai Presinden Indonesia saat itu yang telah terpilih berulang kali sejak awal orde baru. Mereka juga menuntut pemulihan keadaan ekonomi Indonesia yang dilanda krisis sejak tahun 1997.

Mahasiswa bergerak dari Kampus Trisakti di Grogol menuju ke Gedung DPR/MPR di Slipi. Dihadang oleh aparat kepolisian mengharuskan mereka kembali ke kampus dan sore harinya terjadilah penembakan terhadap mahasiswa Trisakti. Penembakan itu berlansung sepanjang sore hari dan mengakibatkan 4 mahasiswa Trisakti meninggal dunia dan puluhan orang lainnya baik mahasiswa dan masyarakat masuk rumah sakit karena terluka.

Sepanjang malam tanggal 12 Mei 1998 hingga pagi hari, masyarakat mengamuk dan melakukan perusakan di daerah Grogol dan terus menyebar hingga ke seluruh kota Jakarta. Mereka kecewa dengan tindakan aparat yang menembak mati mahasiswa. Jakarta geger dan mencekam.

Tragedi Yogyakarta


Kerusuhan juga terjadi di Yogyakarta pada tanggal 5 Mei 1998, hampir bersamaan dengan kerusuhan yang terjadi di Medan. Kejadian ini merupakan kerusuhan pertama di Yogyakarta yang terkait dengan tuntutan Reformasi dari masyarakat dan mahasiswa yang bentrok dengan aparat keamanan. Perusakan dan pembakaran terjadi pada hari Selasa hingga malam hari.

Kerusuhan kedua di Yogyakarta terjadi pada hari Jumat tanggal 8 Mei 1998. Kerusuhan kali ini lebih besar dari kerusuhan yang terjadi hari Selasa 5 Mei 1998 dan disebabkan adanya korban meninggal dunia. Peristiwa ini berawal dari unjuk rasa mahasiswa yang dilakukan di beberapa Universitas di Yogyakarta. Mahasiswa Yogyakarta sangat aktif menyuarakan Reformasi bersama dengan mahasiswa di Medan.

Selesai sholat Jumat tanggal 8 Mei 1998, sekitar 5000 mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta melakukan demonstrasi di Bundaran kampus UGM selama kurang lebih 4 jam lamanya. Demonstrasi yang berlangsung dengan tertib tersebut menyampaikan pernyataan keprihatinan mahasiswa atas kondisi perekonomian saat itu yang dilanda krisis moneter, memprotes kenaikan harga-harga dan mendesak untuk dilakukannya Reformasi.

Pada saat yang bersamaan siang itu, ratusan orang juga melakukan demonstrasi di halaman kampus Universitas Sanata Dharma (USD), Yogyakarta. Menjelang sore hari mereka ingin bergerak menuju kampus UGM untuk menggabungkan diri melakukan unjuk rasa di sana. Ternyata aparat keamanan tidak mengijinkan dan berhadap-hadapan dengan mahasiswa yang bergabung dengan masyarakat. Pelaku unjuk rasa kecewa dan tidak mau membubarkan diri, sehingga terjadi bentrokan. Mahasiswa dan masyarakat melawan aparat dengan batu, petasan, bahkan bom molotov pada sore itu di sekitar Jalan Gejayan. Tempat ini menjadi ajang pertarungan antara pengunjuk rasa dengan aparat yang mencegah mereka bergabung ke UGM.

Bentrokan berlangsung hingga malam hari dan setelah bentrokan ternyata ditemukan korban meninggal yaitu Moses Gatotkaca. Ia ditemukan sekarat setelah aparat melakukan pembersihan di daerah kerusuhan sekitar hotel Radisson Yogyakarta. Visum korban dari RS Panti Rapih menyatakan korban mengalami pendarahan telinga dan mulut diduga mengalami retak dalam tulang dasar tengkorak (Sumber: Suara Pembaruan 9/5/98). Hingga dini hari terjadi kerusuhan hingga meluas ke daerah lain di Yogyakarta.

Kerusuhan Medan


Aksi unjuk rasa yang dikumandangkan setiap hari di berbagai kota besar Indonesia sudah mendekati titik puncaknya. Masyarakat sudah tidak dapat menahan emosi dan rasionalitas lagi. Dalam keadaan seperti ini masyarakat akan sangat mudah untuk dipengaruhi dan diajak melakukan tindakan yang tidak terpuji. Mereka kehilangan kesabaran karena harus menunggu sangat lama reaksi dari wakil rakyat atas kehendak mereka yang disuarakan oleh mahasiswa. Mereka sangat yakin dan selalu mendukung mahasiswa, sayangnya tidak dengan wakil rakyat..

Mahasiswa Medan sangat aktif dan terus reaktif atas tindakan pasif wakil rakyat yang tidak mendegar suara mereka. Padahal mereka melakukan aksi hampir setiap hari dan sudah turun ke jalan bersama masyarakat untuk menuntut Reformasi di segala bidang. Keberhasilan mahasiswa Medan turun ke jalan menyampaikan aspirasinya bergabung dengan masyarakat memiliki efek samping. Masyarakat Medan terlanjur tak terkendali dan mulai melakukan keonaran.

Medan merupakan kota besar pertama yang dilanda kerusuhan besar berkaitan dengan Reformasi. Mulai dari hari Senin tanggal 4 Mei 1998 pecah kerusuhan sampai hari Kamis 7 Mei 1998. Pembakaran, perusakan dan penjarahan terhadap toko-toko, bank, pasar, dan kendaraan terjadi selama beberapa hari. Tampaknya mahasiswa tidak mampu mengendalikan perusuh, tidak juga aparat keamanan.

Kerusuhan ini menjalar terus sampai keluar kota Medan seperti Lubuk Pakam Kabupaten Derli Serdang dan kota-kota kecil lainnya di sekitar Medan. Kerusuhan masih terus berlanjut walau dalam skala lebih kecil pada hari Kamisnya juga.

Dampak dari kerusuhan adalah lumpuhnya perekonomian kota Medan dan sekitarnya. Penduduk Medan keturunan Cina juga pergi meninggalkan kota karena merasa keamanan mereka tidak terjamin, walau ada juga yang tinggal untuk melindungi harta benda mereka supaya tidak dijarah. Selama beberapa hari masyarakat kesulitan mendapat bahan makanan pokok.

Setelah peristiwa kerusuhan Mei 1998 di Jakarta, dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), yang juga mengeluarkan rekomendasi mengenai keterkaitan peristiwa kerusuhan di Medan ini dengan kerusuhan di berbagai daerah lainnya selama bulan Mei 1998. Disebutkan pula keterlibatan provokator yang mengajak masyarakat untuk melakukan kerusuhan dengan pola yang sama terjadi di berbagai daerah. Rupanya niat suci mahasiswa dikotori oleh orang-orang yang memiliki kemampuan 'lebih' dalam hal management manusia dan yang lebih hebat lagi orang-orang ini memiliki jaringan 'nasional'.

Kemarahan masyarakat terhadap kebrutalan aparat keamanan dalam peristiwa Trisakti dialihkan kepada orang Indonesia sendiri yang keturunan, terutama keturunan Cina. Betapa amuk massa itu sangat menyeramkan dan terjadi sepanjang siang dan malam hari mulai pada malam hari tanggal 12 Mei dan semakin parah pada tanggal 13 Mei siang hari setelah disampaikan kepada masyarakat secara resmi melalui berita mengenai gugurnya mahasiswa tertembak aparat.

Sampai tanggal 15 Mei 1998 di Jakarta dan banyak kota besar lainnya di Indonesia terjadi kerusuhan besar tak terkendali mengakibatkan ribuan gedung, toko maupun rumah di kota-kota Indonesia hancur lebur dirusak dan dibakar massa. Sebagian mahasiswa mencoba menenangkan masyarakat namun tidak dapat mengendalikan banyaknya massa yang marah.

Setelah kerusuhan, yang merupakan terbesar sepanjang sejarah bangsa Indonesia pada abad ke 20, yang tinggal hanyalah duka, penderitaan, dan penyesalan. Bangsa ini telah menjadi bodoh dengan seketika karena kerugian material sudah tak terhitung lagi padahal bangsa ini sedang mengalami kesulitan ekonomi. Belum lagi kerugian jiwa di mana korban yang meninggal saat kerusuhan mencapai ribuan jiwa. Mereka meninggal karena terjebak dalam kebakaran di gedung-gedung dan juga rumah yang dibakar oleh massa. Ada pula yang psikologisnya menjadi terganggu karena peristiwa pembakaran, penganiayaan, pemerkosaan terhadap etnis Cina maupun yang terpaksa kehilangan anggota keluarganya saat kerusuhan terjadi. Sangat mahal biaya yang ditanggung oleh bangsa ini.

Akhirnya dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelidiki masalah ini karena saat itu Indonesia benar-benar menjadi sasaran kemarahan dunia karena peristiwa memalukan dengan adanya kejadian pemerkosaan dan tindakan rasialisme yang mengikuti peristiwa gugurnya Pahlawan Reformasi. Demonstrasi terjadi di kota-kota besar dunia mengecam kebrutalan para perusuh. Akhirnya untuk meredam kemarahan dunia luar negri TGPF mengeluarkan pernyataan resmi yang menyatakan bahwa adalah benar terjadi peristiwa pemerkosaan terhadap wanita etnis minoritas yang mencapai hampir seratus orang dan juga penganiayaan maupun pembunuhan oleh sekelompok orang yang diduga telah dilatih dan digerakkan secara serentak oleh suatu kelompok terselubung. Sampai saat ini tidak ada tindak lanjut untuk membuktikan kelompok mana yang menggerakkan kerusuhan itu walau diindikasikan keterlibatan personel dengan postur mirip militer dalam peristiwa itu.

Pendudukan gedung DPR/MPR oleh mahasiswa


Dalam keadaan yang mulai terkendali setelah mencekam selama beberapa hari sejak tertembaknya mahasiswa Trisakti dan terjadinya kerusuhan besar di Indonesia, tanggal 18 Mei 1998 hari Senin siang, ribuan mahasiswa berkumpul di depan gedung DPR/MPR dan dihadang oleh tentara yang bersenjata lengkap, bukan lagi aparat kepolisian. Tuntutan mereka yang utama adalah pengusutan penembakan mahasiswa Trisakti, penolakan terhadap penunjukan Soeharto sebagai Presiden kembali, pembubaran DPR/MPR 1998, pembentukan pemerintahan baru, dan pemulihan ekonomi secepatnya.

Kedatangan ribuan mahasiwa ke gedung DPR/MPR saat itu begitu menegangkan dan nyaris terjadi insiden. Suatu saat tentara yang berada di depan gedung atas tangga sempat mengokang senjata mereka sehingga membuat panik para wartawan yang segera menyingkir dari arena demonstrasi. Mahasiswa ternyata tidak panik dan tidak terpancing untuk melarikan diri sehingga tentara tidak dapat memukul mundur mahasiswa dari gedung DPR/MPR. Akhirnya mahasiswa melakukan pembicaraan dengan pihak keamanan selanjutnya membubarkan diri pada sore hari dan pulang dengan menumpang bus umum.

Keesokan harinya mahasiswa yang mendatangi gedung DPR/MPR semakin banyak dan lebih dari itu mereka berhasil menginap dan menduduki gedung itu selama beberapa hari. Keberhasilan meduduki gedung DPR/MPR mengundang semakin banyaknya mahasiswa dari luar Jakarta untuk datang dan turut menginap di gedung tersebut. Mereka mau menunjukkan kalau reformasi itu bukan hanya milik Jakarta tapi milik semua orang Indonesia.

Soeharto akhirnya menyerah pada tuntutan rakyat yang menghendaki dia tidak menjadi Presiden lagi, namun tampaknya tak semudah itu reformasi dimenangkan oleh rakyat Indonesia karena ia meninggalkan kursi kepresidenan dengan menyerahkan secara sepihak tampuk kedaulatan rakyat begitu saja kepada Habiebie. Ini mengundang perdebatan hukum dan penolakan dari masyarakat. Bahkan dengan tegas sebagian besar mahasiswa menyatakan bahwa Habiebie bukan Presiden Indonesia. Mereka tetap bertahan di gedung DPR/MPR sampai akhirnya diserbu oleh tentara dan semua mahasiswa digusur dan diungsikan ke kampus-kampus terdekat. Paling banyak yang menampung mahasiswa pada saat evakuasi tersebut adalah kampus Atma Jaya Jakarta yang terletak di Semanggi.

Pahlawan Reformasi '98

Keluarga Korban Tragedi '98 bedoa di Pemakaman.  Sumber:  di sini
  1. Muhammad Yusuf Rizal, Mahasiswa FISIP angkatan 1997 Universitas Lampung, Lampung
    Gugur tertembak di depan markas Koramil Kedaton, Lampung, pada tanggal 28 September 1999 saat melakukan unjuk rasa menentang penerapan UU PKB
  2. Yun Hap, Mahasiswa Universitas Indonesia, Jakarta
    Gugur dalam peritiwa Tragedi Semanggi II pada tanggal 23 September 1998
  3. Bernardus R Norma Irmawan, Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya, Jakarta
    Gugur dalam peristiwa Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  4. Engkus Kusnadi, Mahasiswa Universitas Jakarta
    Gugur setelah Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998 
  5. Heru Sudibyo, Mahasiswa penyesuaian semester VII Universitas Terbuka, Jakarta
    Gugur setelah Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  6. Lukman Firdaus, Pelajar Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 3 Ciledug, Tangerang
    Gugur setelah memperkuat barisan mahasiswa proreformasi di Jakarta, pada hari Kamis tanggal 12 November 1998 ia terluka berat dan meninggal dunia beberapa hari kemudian.
  7. Sigit Prasetyo, Mahasiswa Teknik Sipil YAI Jakarta
    Gugur dalam peristiwa Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  8. Teddy Wardani Kusuma, Mahasiswa Fakultas Teknik Mesin Institut Teknologi Indonesia, Serpong
    Gugur dalam Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  9. Elang Mulya, Mahasiswa Trisakti, Jakarta
    Gugur dalam Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998
  10. Hafidin Royan, Mahasiswa Trisakti, Jakarta
    Gugur dalam Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998
  11. Hendriawan Sie, Mahasiswa Trisakti, Jakarta
    Gugur dalam Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998
  12. Hery Hartanto, Mahasiswa Trisakti, Jakarta
    Gugur dalam Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998
  13. Moses Gatotkaca, Masyarakat
    Pria kelahiran Banjarmasin yang bekerja di Yogyakarta ini menjadi korban kekerasan pada saat terjadi kerusuhan di Yogyakarta pada tanggal 8 Mei 1998

Daftar Orang (yang Masih) Hilang


Wiji Thukul, salah seorang aktivis yang hilang.  Sumber: di sini

  1. Wiji Thukul (Wiji Widodo) hilang sejak tahun 1998
  2. A. Nasir hilang sejak 14 Mei 1998
  3. Hendra Hambalie hilang sejak 14 Mei 1998
  4. Ucok Munandar Siahaan hilang sejak 14 Mei 1998
  5. Yadin Muhidin hilang sejak 14 Mei 1998
  6. Herman Hendrawan hilang sejak 12 Maret 1998
  7. Petrus Bimo Anugerah hilang sejak Maret 1998
  8. Suyat hilang sejak 1 Februari 1998
  9. Dedy Hamdun hilang sejak 29 Mei 1997
  10. Ismail hilang sejak 29 Mei 1997
  11. Noval Alkatiri hilang sejak 29 Mei 1997
  12. M Yusuf hilang sejak 7 Mei 1997
  13. Sonny hilang sejak 26 April 1997
  14. Yani Avri hilang sejak 26 April 1997

No comments:

Post a Comment

 

HUBUNGIN SAYA

DISCLAIMER

SPACE IKLAN :

Lazada Indonesia
Lazada Indonesia

ASBUNER NGARET BELI INI :

BLOG WISATA INDONESIA

BLOG WISATA INDONESIA
Tour Gajah Taman Nasional Way Kambas

Most Reading

Powered by Blogger.